the real struggle i'm facing

Mental health issue nampaknya bakal jadi isu yang sering dibahas dan tentu akan semakin gencar dibahas ketika ada berita bunuh diri atau kasus bullying yang beredar luas di internet. Apalagi belakangan ini baru saja ada entertainer asal Korea yang dikabarkan bunuh diri karena masalah mental yang dihadapinya. Entah sudah berapa banyak berita soal kasus bunuh diri di tahun ini. Entah apakah orang-orang masih banyak yang belum aware sama kesehatan mental, atau mungkin dunia ini terlalu banyak dipenuhi orang-orang jahat? Tujuan gue bahas soal ini bukan karena gue merasa diri gue punya stress, depresi atau anxiety yang parah. Gue hanya ingin mencoba lebih terbuka soal masalah mental yang gue punya. Jujur malu ih HAHA but here we go...
Beberapa waktu yang lalu gue sempat posting soal pengalaman gue menghadapi orang yang panic attack. Kejadian tersebut membuat mata gue semakin terbuka soal kesehatan mental, apalagi kejadian itu cukup membuat gue shock. Memang benar ya kalo sudah menyaksikan sendiri contoh konkritnya baru sadar, mungkin kalo gue ngga ngalamin kejadian itu pemahaman soal kesehatan mental masih ngawang-ngawang. Setidaknya gue mendapat gambaran sedikit lah sebelum memutuskan untuk menemui psikolog. Ngomong-ngomong soal menemui psikolog, jujur suka kepikiran sih apakah gue perlu mendatangi psikolog untuk membantu mengatasi masalah mental yang gue punya. Tapi gue merasa masalah yang gue hadapi belum cukup urgent untuk didiskusikan bersama psikolog. Jadi, yang gue lakukan adalah bertanya ke orang yang punya masalah mental dan pernah konsultasi sama psikolog. Yang gue pahami dari pengalaman teman gue adalah selalu ada pengalaman traumatis masa lalu yang memicu munculnya masalah mental seseorang.

Lalu gue teringat gue pernah nulis soal pengalaman buruk dimasa lalu di blog ini. Intinya, waktu kecil gue jarang sekali menceritakan pengalaman buruk yang gue alami ke orang tua. Gue pun juga ngga bisa melawan ketika gue merasa diperlakukan tidak baik. Di saat anak kecil cenderung lebih mudah untuk berkata jujur, gue lebih banyak memendamnya sendiri, menangis diam-diam di kamar atau di tempat sepi. Dulu waktu kelas 4 atau 5 SD pernah coba curhat di buku diari, tapi suatu hari diari gue dibaca sama ART gue. Udah gitu salah satu isi diarinya adalah curhatan tentang perlakuan tidak menyenangkan yang dilakukan ART gue. Gue ngga inget sih ART gue ngomong apa setelah baca isi diari gue, yang pasti gue ngga pernah ngomong soal ini ke orang tua. Sejak isi diari gue ketahuan sama ART, gue berhenti nulis diari sampai gue mengenal blog yang lalu gue jadikan sebagai media baru untuk curhat sampai detik ini, ya meskipun memang tidak rutin menulis sih.

Hal tersebut terus melekat di diri gue sampai sekarang. Gue jadi pemilih dalam menentukan kejadian apa yang mau gue ceritain dan kepada siapa gue ceritain kejadian tersebut. Setelah gue pikir-pikir itu berpengaruh banget ke diri gue sekarang. Gue jadi ngga terbiasa untuk mengemukakan pendapat karena gue takut salah. Gue cenderung menghindari konflik, karena mungkin gue merasa ngga sanggup menghadapi tekanan yang ada atau gue memang ngga suka aja sama konflik, atau mungkin keduanya. Gue cenderung banyak mengalah, karena merasa percuma bila melawan. Gue mengkhawatirkan hampir setiap keputusan yang gue pilih dan apa perkataan orang lain terhadap diri gue. Ketika gue punya masalah gue sering panik dan bingung, yang ujung-ujungnya membuat gue kesulitan untuk memikirkan solusinya dengan baik.

Jujur sampai sekarang gue masih belum menemukan formula yang efektif untuk mengatasi hal-hal tersebut. Gue cuma tahu gue harus melakukan hal yang berlawanan dari apa yang melekat pada diri gue, ya meskipun pada prakteknya tidak semudah itu dan butuh waktu. Gue pernah baca satu artikel tentang bagaimana seseorang bisa melalui depresi yang dialaminya dengan menulis. Salah satu hal yang diminta oleh psikolog setelah teman gue berkonsultasi adalah menuliskan apa yang dialami setiap harinya, yang mana ketika teman gue mengalami sesuatu seperti panic attack dan sebagainya, dia harus menuliskan kejadian itu dengan detail. Mungkin gue juga perlu melakukannya, menulis. Mungkin dengan bercerita di blog ini, bisa membantu gue untuk lebih berani mengutarakan pendapat atau pemikiran gue. Gue ngga tahu ini akan bekerja atau tidak di gue tapi setidaknya gue melakukan sesuatu meskipun ini berbasis kesotoyan gue sendiri, bukannya bertanya kepada ahlinya hehe. Jadi...apakah gue memerlukan bantuan dari sang ahli? 

Comments